Oleh : Asip Suyadi, S.H., M.H, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pamulang, Tangerang Selatan
Reportase.tv, Tangsel – Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang menular ke manusia. Walaupun lebih banyak menyerang lansia, virus ini sebenarnya bisa menyerang siapa saja, mulai dari bayi, anak-anak, hingga orang dewasa, termasuk ibu hamil dan ibu menyusui. Infeksi virus Corona disebut COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) dan pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019.
Virus ini menular dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir semua negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan. Hal tersebut membuat beberapa negara menerapkan kebijakan untuk memberlakukan lockdown dalam rangka mencegah penyebaran virus Corona. Di Indonesia sendiri, diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran virus ini.
Selama status penanganan Tanggap Darurat virus Covid-19, ternyata berdampak semua kalangan kehidupan yang ada di kalangan penyandang difabel. Pandemi virus corona (Covid-19) bukan hanya membawa dampak kepada masyarakat yang bersifat mendunia, namun juga pada para pengusaha dan karyawan, namun juga banyak lagi bagi penyandang disabilitas.
Kelompok berkebutuhan khusus itu dinilai sebagai yang paling terpukul akibat virus corona. Bahkan, para penyandang disabilitas bisa disebut sebagai pihak yang paling terdampak dalam pandemi ini. Mereka harus kehilangan pekerjaan yang memang dikhususkan bagi penyandang disabilitas. Namun mereka seringkali terlupakan oleh berbagai macam komponen, baik itu komponen pemerintah sebagai penangungjawab kesejahteraan yang diatur dalam Pasal 33 UUD 1945 atau kalangan swasta yang harus memiliki peran aktif terhadap bencana tersebut.
Para difabel ini umumnya berprofesi sebagai pemijat, pedagang, seniman dan penjual jasa service. Sejak pemerintahan mengumumkan imbauan untuk tinggal di rumah dan menjaga jarak fisik yang bertujuan mencegah penyebaran Covid-19, muncul kebimbangan antara tetap di rumah atau tidak mendapat penghasilan.
Berdasarkan UU nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Difabel, disebutkan mereka memiliki hak, salah satunya adalah hak hidup, keadilan dan perlindungan hukum, kesehatan, kesejahteraan sosial dan perlindungan bencana. Pada Pasal 17 tentang Kesejahteraan Sosial telah disebutkan Hak Kesejahteraan Sosial untuk penyandang disabilitas meliputi hak rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial. Ada kewajiban pemerintah untuk memenuhi hak-hak penyandang disabilitas saat bencana sesuai amanat Pasal 20 UU Penyandang Disablitas.
Dengan demikian dikuatkan dengan dasar hukum dan kebijakan pemerintah.
1. Dasar Hukum yang Dijadikan Acuan Dasar hukum yang digunakan dalam upaya penanggulangan dini wabah COVID-19
adalah Keputusn Menteri Kesehatan No. HK 01.07/MENKES/104/2020 Tentang Penetapan Infeksi 2019-nCov (yang sekarang disebut COVID-19) sebagai Penyakit Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya. Peraturan ini dibentuk atas dasar pertimbangan penetapan oleh Badan Kesehatan Dunia bahwa COVID-19 adalah suatu kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia. Selain itu karena penyebaran COVID-19 yang cepat meluas dan risiko penyebaran yang cukup tinggi semakin menguatkan alasan dibentuknya upaya penanggulangan tersebut.
2. Kebijakan Pemerintah terkait Covid-19
a. Penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) No. 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pada 13 Maret 2020; dan Keppres No. 9 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Keppres No. 7 Tahun 2020 pada 20 Maret 2020.
b. Presiden RI menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2020 (PERPPU 01/2020) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) ditetapkan pada 31 Maret 2020. Pemerintah Daerah (Pemda) dapat melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu. PSBB dilakukan dengan pengusulan oleh
gubernur/bupati/walikota kepada Menteri Kesehatan.
d. Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19 ditetapkan pada 3 April 2020.
Kebijakan PSBB antara lain: 1) Peliburan sekolah dan tempat kerja; 2) Pembatasan kegiatan keagamaan; 3) Pembatasan kegiatan di tempat/fasilitas umum; 4) Pembatasan kegiatan sosial budaya; 5) Pembatasan moda transportasi; dan 6) Pembatasan kegiatan lainnya terkait aspek pertahanan dan keamanan.
3. Dampak Keberadaan Covid-19
1. Kesehatan
a. Dapat mengganggu fungsi organ tubuh lain seperti jantung, paru-paru, ginjal.
b. Dapat meningkatkan kecemasan yang berlebih.
c. Dapat meningkatkan stres karena situasi pandemi.
d. Dapat mengganggu kesehatan mental khususnya para tenaga medis yang bekerja dengan rasa kecemasan yang tinggi.
e. Dapat mengganggu beban psikologi.
2. Ekonomi
a. Menurunnya angka pekerja karena banyak yang di-PHK sehingga berdampak terhadap ekonomi keluarga korban PHK.
b. Turunnya angka jual beli khususnya di pasar tradisional dan swalayan yang tidak bisa beroperasi secara normal sehingga kekurangan mata pencaharian.
c. Jasa ojek online yang sulit untuk beroperasi karena pembatasan berskala besar/PSBB.
d. Stabilitas pembangunan tidak berjalan sesuai dengan harapan.
3. Pendidikan
a. Sistem belajar mengajar dilakukan secara jarak jauh atau secara online.
b. Tidak sedikit peserta didik yang melakukan pembelajaran secara online mendapat hasil yang kurang maksimal.
c. Karena pembelajaran dilakukan secara online dan teknologi serta sarana yang belum merata di Indonesia menyulitkan sistem pendidikan yang ada di daerah-daerah terpencil.
d. Tujuan dan sasaran pendidikan bersifat abstrak/tidak jelas.
4. Pencegahan yang Harus Diantisipasi
Jaga jarak, cuci tangan pakai sabun dan tetap tinggal di rumah merupakan kunci pencegahan penyebaran COVID-19. Setiap warga masyarakat perlu didorong melakukan praktek tersebut untuk mencegah penyebaran COVID-19 yang lebih luas. Upaya ini dilakukan menggunakan strategi komunikasi perubahan perilaku dengan menekankan pada pesan utama, yaitu:
a. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun
Virus corona juga bisa menyebar melalui benda, yaitu ketika droplet yang mengandung virus corona menempel di permukaan benda-benda, kemudian disentuh orang sehat lalu orang sehat ini menyentuh mata, hidung atau mulut mereka. Pesan penting yang disampaikan adalah sering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir terutama saat mengunjungi tempat umum. Cuci tangan dapat juga menggunakan cairan pembersih berbasis alkohol ketika berpergian sulit mendapatkan sabun dan air mengalir.
b. Jaga jarak minimal 2 meter
Menurut WHO, COVID-19 menular dari orang ke orang. COVID-19 ini mudah menular melalui droplet (tetesan kecil) yang keluar dari hidung atau mulut ketika mereka yang terinfeksi bersin atau batuk. Droplet itu terhirup oleh orang sehat ketika berdekatan dengan orang terinfeksi. Itu sebabnya penting disampaikan kepada masyarakat untuk menjaga jarak 2 meter lebih dari orang yang sakit.
c. Social/ Physical Distancing untuk mengurangi penularan Covid-19
Beberapa studi menunjukkan bahwa banyak orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala sama sekali namun membawa virus itu dan menularkannya kepada orang lain. Itulah sebabnya penting melakukan social/physical distancing. Cara ini adalah cara paling mudah dan murah yang bisa dilakukan untuk memutus rantai penularan COVID-19 yang lebih luas. Dengan menghindari interaksi sosial secara fisik (jaga jarak, tetap tinggal di rumah dan menghindari kerumunan di tempat umum), dapat mengurangi penyebaran virus corona yang sangat cepat ini.
d. Jaga kebersihan diri dan Lingkungan Sekitar
Dari berbagai hasil studi, diketahui bahwa virus corona mampu bertahan hidup di pakaian dan benda-benda yang berada di lingkungan sekitar kita. Pesan tentang menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar termasuk tidak menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang belum dicuci; langsung mengganti pakaian dan mandi sesampainya di rumah setelah berpergian; membersihkan rumah dan lingkungan sekitar dengan disinfektan, menggunakan masker wajah saat keluar rumah dan merawat orang sakit.
e. Isolasi diri jika sakit
Isolasi diri (self-isolation) selama 14 hari dilakukan jika seseorang memiliki gejala flu ringan dan tidak ada sesak nafas atau kesulitan bernafas, tidak ada penyakit penyerta atau daya tahan tubuh yang rendah. Tidak perlu buru-buru ke RS, mengapa? Karena bisa jadi hanya menderita flu biasa. Jika langsung ke RS, mungkin justru terpapar dengan orang-orang yang benar-benar sakit.
Referensi:
1 Kementerian Luar Negeri. 2020. Kebijakan Pemerintah Republik Idonesia Terkait Wabah
COVID-19.
2 Kemenkes RI. Pedoman Pencegahan engendalian COVID-19 Revisi-05 13 Juli 2020.
3. (Kemendikbud, 2020), (Kemenkes, 2020), (Pustakabergerak.id)
4 Pedoman Pengalaman Belajar Lapangan; Pelibatan Masyarakat Akar Rumput dalam Gerakan Pentahelix Melawan Covid-19. Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sumber : reportase.tv