Oleh: Ichwani Siti Utami, Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Pamulang

Reportase.tv, Tangsel – Sejak maret 2020 peningkatan kasus covid-19 di Indonesia semakin bertambah, 2.696 kasus covid-19 baru terupdate pada Minggu (1/11/2020). Sehingga tepat pada hari jumat kasus covid-19 di Indonesia sebanyak 412.784 dengan sebaran daerah di 34 provinsi. Covid-19 sendiri menurut Komite Penanganan Covid 19 Dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) yang dapat diakses melalui www.covid19.go.id adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan, dengan kepanjangan dari Covid-19 ini adalah CoronaVirus Disease-2019.

Hampir seluruh masyarakat di Indonesia terdampak dengan adanya virus ini. Termasuk dunia pendidikan di Indonesia, mulai dari pendidikan tingkat dasar, menengah serta perguruan tinggipun menerapkan pertemuan disetiap kelasnya secara daring atau PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Selain di dunia pendidikan yang dilakukan secara daring, hampir seluruh perusahaan juga menerapkan sistem kerjanya secara WFH (Work From Home). Hingga akhirnya pemerintah mengupayakannya dengan diberlakukan aturan yang harus dipatuhi demi memutus rantai penyebaran virus ini. Menerapkan PSBB di setiap daerah zona merah, penerapan social distancing dan physical distancing serta penggunaan masker disetiap kegiatan masyarakat.

Seyogyanya dengan segala kegiatan yang dilakukan secara daring meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai teknologi internet. Tetapi ada hal yang harus diwaspadai juga karena selama pandemi ini berlangsung, sesuai dengan meningkatnya penggunaan internet terutama dalam media sosial justru terdapat sebagian oknum yang memanfaatkannya sebagai ajang untuk menyebarkan berita bohong atau hoaks. Media sosial merupakan suatu pusat informasi untuk penyebaran saling menghubungkan antar masyarakat yang tidak sedikit membawa dampak negatif apabila informasi yang disampaikannya termasuk hoaks(Chumairoh, 2020).

Hoaks sendiri menurut KBBI adalah berita bohong. Menurut Silverman (2015), hoaks adalah rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan dan dijual sebagai kebenaran. Menurut Ireton, Posetti dan UNESCO (2018) mengartikan hoaks atau fake news sebagai berita palsu yang mengandung informasi yang sengaja menyesatkan orang. Hoaks menurut Janner Simarmata, dkk (2019) bukan hanya menyesatkan, informasi dalam fake news juga tidak memiliki landasan faktual, tetapi disajikan. Hoaks ini termasuk kedalam kejahatan siber atau kejahatan yang dilakukan oleh sebuah oknum yang menggunakan internet sebagai wadah kejahatan tersebut untuk menyesatkan dan tidak berdasarkan landasan faktual. Pada saat kondisi masyarakat yang tengah dipanikan oleh sebuah pandemi Covid-19 ini, oknum-oknum tersebut memanfaatkannya untuk kepuasan sendiri atau bahkan mencari untung dari penyebaran berita bohong tersebut.

Dilansir dari laman okezone, sampai pertengahan oktober 2020 Kominfo mencatat ada 2000 lebih kasus hoaks terkait covid-19 yang muncul diberbagai platform media sosial. Menurut Johnny G. Plate (Menkominfo) yang dikutip dari laman detik perlu diadakannya cek dan ricek serta rekonfirmasi terhadap segala informasi yang berkembang di ruang digital serta memberikan labeling untuk beberapa bagian dari informasi tersebut sebagai hoaks atau disinformasi. Upaya yang dilakukan oleh Kominfo yaitu dengan men-Take Down konten konten tersebut dari berbagai platform. Sedangkan untuk jangka panjang dalam upaya Kominfo untuk memberantas penyebaran-penyebaran konten atau berita bohong Kominfo telah menyiapkan gerakan nasional literasi digital bersama ratusan lembaga. “Jangka panjang kami ada program literasi digital yang tugasnya melakukan diseminasi dan sosialisasi terkait ruang digital Indonesia. Bekerja bersama-sama dengan 108 lebih lembaga-lembaga termasuk lembaga swadata di dalammya,” ujar Johnny (Menkominfo).

Pada dasarnya sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik pasal 28 ayat (1) disebutkan bahwa; ”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.” Dengan ketentuan pidananya pada pasal 45 ayat (2) ; “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Hal ini menjadi bahan perhatian bagi para pelaksana pendidikan yaitu guru dan dosen. Bagaimanapun, dalam situasi seperti ini bagi para peserta didik pembelajaran tidak akan berjalan dengan lancar apabila tidak menggunakan gadget beserta internet. Untuk upaya memperkecil penyebaran berita bohong atau informasi palsu dapat memanfaatkan PJJ sebagai wadah untuk memberi pengertian kepada para peserta didiknya mengenai bagaimana dalam penggunaan gadget yang baik dan benar agar tidak mudah percaya pada berita yang beredar, sesuai dengan arahan dari Mendikbud Nadiem Makarim yang dikutip dari laman republika.com mengatakan “kita perlu disadari bahwa teknologi telah mengubah cara hidup kita semua. Mari kita manfaatkan teknologi, maksimalkan kemampuan mengajar kita, Saya mengajak seluruh Insan pendidikan untuk menjadikan situasi pandemi ini sebagai laboratorium bersama untuk menemukan solusi serta inovasi-inovasi karena sekarang sudah saatnya kita menata ulang pendidikan”. Itu artinya para pelaksana pendidikan harus mampu memanfaatkan teknologi dengan sebaik-baiknya.

Selain itu untuk menghentikan atau meperkecil kemungkinan tersebarnya berita hoax ini perlu diadakannya gerakan bersama melawaan hoaks. Yang paling mudah dilakukan oleh masyarakat adalah dengan membaca ulang serta mencari info apakah konten-konten yang tersebar di sosial media tersebut sebuah berita bohong atau berita sungguhan. Setelah itu apabila berita tersebut adalah suatu kebohongan maka masyarakat tidak ikut menyebarluaskan dan dapat melaporkannya ke website Kominfo langsung mengenai pengaduan berita hoaks.

Dengan meningkatnya jumlah kasus Covid-19 di Indonesia masih belum jelas kapan berakhirnya pandemi ini, terutama di wilayah zona merah yang masih harus menerapkan sistem daring dalam pendidikannya atau biasa dikenal PJJ. Maka dari itu menjadi sebuah hal penting yang harus diperhatikan oleh seluruh masyarakat baik pelajar, penyelenggara pendidikan, pekerja bahkan orang tua di rumah untuk berhati-hati dalam penggunaan internet sesuai dengan kenyataannya bahwa dampak dari Covid-19 ini hampir segala sesuatu di lakukan dengan daring beriringan dengan itu kasus hoaks di Indonesia juga meningkat padahal UU ITE sudah dicetuskan sejak tahun 2008. Ini menjadi hal yang perlu diperhatikan oleh seluruh pihak bahwa kita tinggal di negara hukum yang mempunyai undang-undang mengenai penggunaan internet.

Sumber : reportase.tv