Oleh : R.R. Mardiana Yulianti, S.S, M.pd
Dosen Prodi Manajemen Universitas Pamulang
Media Kontroversi – 2 Mei diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional, tanggal tersebut merupakan tanggal kelahiran Ki Hajar Dewantoro. Pahlawan yang berjasa besar dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Lebih 42 juta peserta didik di Indonesia yang terdiri lebih 25 juta tingkat sekolah dasar (SD), lebih 10 juta tingkat sekolah menengah pertama (SMP) dan lebih 4,5 juta tingkat sekolah tingkat Atas (SMA) sampai hari ini belajar dibawah bayang-bayang ancaman pandemic COVID-19.
Sama dengan yang dilakukan diseluruh negara-negara terdampak, melalui surat edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia menerbitkan surat pada tanggal 24 Maret 2020 yang isinya mengatur pelaksanaan pendidikan saat darurat penyebaran Corona Virus. Kebijakan “belajar dari rumah”.
Tujuan awalnya kebijakan “belajar dari rumah” penulis rasakan sangat tepat, namun jika dilihat implementasinya di lapangan ternyata sangat beragam, terutama terbatasnya kepemilikan Komputer/laptop, Smart Phone dan akses Internet bagi siswa maupun guru merupakan masalah utama yang berdampak pada tidak meratanya akses pembelajaran Online.
Sepertinya hal ini tidak hanya dirasakan negara Indonesia saja, tetapi juga dirasakan oleh negara-negara di dunia termasuk negara maju seperti Inggris ,Jerman, Amerika ,Jepang dan Singapura .
Dalam hal ini penulis mengamati di beberapa siswa,orang tua dan guru disekitaran wiyalah Kota Tangerang Selatan saja, ketimpangan utama terdapat pada akses media pembelajaran, sesuai keterangan orang tua murid terutama kelompak ibu mengatakan anak mereka kesulitan untuk mengerti apa maksud dari pertanyaan , peran orang tua yang harus terus mendampingi anak dalam proses pembelajaran ternyata ikut stress juga, jika anak mereka tidak bisa memahaminya. apalagi jika terdapat pelajaran matematika kalkulus.
Karena orang tua umumnya rata-rata kemampuannya terbatas, ditambah akses yang lemot, maupun kecukupan kuota selain ponselnya yang tidak support.
Selain aspek pekerjaan dan pendidikan, ditemukan juga perbedaan kontribusi orang tua pada pendampingan selama anak belajar dari rumah. Walaupun pendidikan di rumah menjadi tanggung jawab kedua orang tua ternyata, ibu lebih banyak mengalokasikan waktu dibandingkan ayah. Jika dibandingkan dalam sehari mayoritas ibu-ibu menghabiskan waktu 1 sampai 2 jam, dibandingkan kebanyakan ayah yang menghabiskan hanya kurang dari satu jam untuk melakukan aktivitas seperti berkomunikasi dengan guru, mendampingi proses belajar anak, membantu anak memahami materi, dan menyediakan alat pendukung pembelajaran.
Mayoritas Latar belakang pendidikan orang tua dan ekonomi cenderung berkontribusi pada kepemilikan akses belajar online. Anak-anak yang belajar dengan menggunakan media daring rata-rata memiliki orang tua yang bekerja sebagai karyawan pemerintah dan wiraswasta serta sebagian kerja tidak tetap/serabutan sangat rentan dari system ini dan dengan latar belakang pendidikan beragam.
Dalam kondisi normal status, untuk lokasi masyarakat tengah perkotaan yang didukung kemampuan pendukungnya, sekolahan sudah mulai menerapkan media online dalam memberikan tugas tambahan (PR) ke murid, namun masyarakat pinggiran (Tangerang selatan) sebagian besar sekolahan masih full menggunakan off line baik dalam pembelajaran di kelas maupun tugas tambahannya.
Dalam system pembelajaran dengan daring tugas dan harus diselesaikan meskipun materi yang disampaikan guru terkadang kurang bisa dipahami maknanya baik siswa maupun orang tua sebagai pendamping. sebagaian tidak bisa secara aktif berkomunikasi / tanya jawab antara siswa dengan guru jika mengalami kendala tersebut. Hambatan ini sebenarnya ya wajar karena kondisi kemampuan pendukungan juga minim ditambah beban kurikulum yang harus dipenuhi oleh guru,walaupun kemetrian pendidikan dan kebudayaan sebenarnya sudah membebaskan guru dari tuntutan capaian kurikulum baik kenaikan kelas maupun kelulusannya.
Meskipun belum berjalan secara ideal, namun sebagian besar orang tua tetap dapat merasakan dampak positif dari kebijakan ini. Sebagian anak-anak mereka menjalankan hidup lebih sehat dan mandiridan bisa memberikan tambahan nutrisi, memiliki pengetahuan lebih banyak tentang kesehatan terutama wabah Covid-19, dapat membantu orang tua, kurangi main diluar rumah, serta memiliki kesempatan lebih banyak berkegiatan ektrakuler seperti mencuci, memasak, berkebun dan sebagainya.
Harapannya kedepannya agar ada upaya dari pemerintah daerah maupun pemerintahan pusat cq kementerian P dan K untuk meningkatkan kualitas pembelajaran jarak jauh. Misalnya, memperbanyak sesi penyampaian materi lewat zoom ,google meet dan lainya tidak sebatas tugas saja, ada pemberian pelatihan baik ke siswa didik dan orang tua /wali terkait pemahaman teknologi, dan mempersiapkan akses internet yang berkualitas dan merata disetiap tempat, selain itu pemerintah daerah sebenarnya dapat memberdayakan komunitas RT/RW seperti Taman Baca Masyarakat, kelompok karang Taruna, Posyandu, namun tetap mematuhi protokol kesehatan agar terhindar dari Covid-19 ini jika infrastruktur pendukung tersebut belum tersedia. Kementrian Pendidikan mengeluarkan kebijakan internet gratis bagi siswa dan guru lewat BOS (Biaya Operasional Sekolah), ini sangat membantu dalam proses belajar jarak jauh.
Puji syukur ada upaya dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini telah menyediakan pembelajaran melalui TVRI dan RRI mulai 13 April lalu. Pendekatan ini diharapkan bisa menjangkau lebih banyak siswa, dan juga semoga Covid-19 segera berlalu dari bumi Indonesia dan Dunia agar pembelajaran berjalan normal kembali aamiin.
Sumber : mediakontroversi.co.id