lppm@unpam.ac.id
(+62) 857-1903-5676
Jl. Witana Harja No. 18b, Pamulang
Penulis: Muhammad Rizal Saragih, S.E., M.M. (Dosen Universitas Pamulang)
Kalau di Arab disebutnya Umm, di Inggris Mom, sedangkan di Bojong disebutnya Mak.
Banyak banget istilah tuk melukiskan tentang manusia setengah dewa ini. Toh, hanya perempuan asli (bukan yang jadi-jadian) yang di tubuhnya ada organ yang disebut Rahim. Ya, Rahim salah satu dari sekian asma Allah. Makanya tak heran jika perempuan bisa dibilang lebih pengasih dari yang namanya laki-laki.
Paling-paling hanya dua oknum yang gak mencicipi Rahimnya Ibu ini. Yang pertama Sun Go Kong karna dia lahir dari batu (katanya begitu) dan malangnya juga dia tak mendapatkan orangtua asuh. Dan yang kedua adalah Mr Bean. Kenapa?? Karna dia tiba-tiba saja jatuh dari langit seakan makhluk yang memang tercipta begitu saja tanpa proses kelahiran.
Sebetulnya Nabi Adam a.s juga tak merasakan hal ini. Karna dia memang makhluk pertama jadi Khusus Allah yang punya hajat terhadap urusan ini.
Oke, balik ke judul. Ibu 1 kata walaupun simple dalam tulisan tapi begitu luar biasa dari segi makna. Ada sebuah pepatah Arab yang berbunyi Ibu Adalah Sekolah, Jika Kau Menyiapkannya Maka Sama Saja Kau Menyiapkan Bangsa Yang Besar.
الأم مدرسة إذا أعددتها أعددت شعبا طيب الاعراق
Hanya ibu sholihah-lah yang bisa mencetak anak-anak yang sholih pula. Sebagaimana air yang kotor gak kan mungkin keluar dari sumber mata air yang jernih. Dikisahkan perhatian ibunda Imam Asy Syafi’i yang besar terhadap ilmu, ia tidak membukakan pintu untuk Syafi’i ketika pulang dari majelis salah seorang ulama di masa itu agar Syafi’i kembali ke majelis tersebut hingga mendapatkan ilmu.
Inilah gambaran seorang ibu yang baik. Dan hasil dari didikan Ibu sang Imam, terbukti sukses sampai hari ini. Siapa yang gak kenal Imam Asy Syafi’i?? Namanya tetap hidup walaupun jasadnya udah berada dalam tanah ribuwan tahun.
Sekarang kaum ibu malah berlomba-lomba tuk “mengalahkan” kaum bapak-bapak. Sibuk kerja, menuntut persamaan sama rata, rasa di segala bidang. Anak-anak pun beralih menjadi anak pembantu. Miris, bagaimana kita bayangkan ketika ada soal dalam pelajaran anak SD. Bentuk soal bergambar perempuan yang lagi gendong seorang anak kecil. Dan soal berbunyi “gambar diatas menunjukkan??”. Maka salah satu dari siswa tadi menjawab bahwa gambar itu menunjukkan bentuk kasih sayang seorang pembantu.
Maka wajar adanya jika ada siswa SMA yang belum bisa baca al Quran. Bahkan sholat!!. Ditambah lagi mutu pendidikan yang cuman kejar angka dan nilai. Makin terpuruklah kondisi kaum anak di negeri ini.
Malang, kaum Ibu gak lagi bangga jika ia hanya Ibu Rumah Tangga yang ngajar anaknya berbagai hal. Padahal laki-laki dan perempuan tidaklah sama. Seorang ayah gak akan pernah bisa tuk menyusui anaknya yang merupakan tugas Ibu. Sebagaimana pula Ibu yang juga gak bakal bisa buat betulin genteng yang bocor yang merupakan tugas si bapak.
Ibu dalam Islam walaupun bukan pemimpin rumah tangga. Tapi, kedudukannya lebih mulia daripada ayah. Hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam menyebut ibu sebanyak 3 kali baru setelah itu ayah. Dalam Quran juga adanya surat an nisa (perempuan) bukan ar rijal (laki-laki).
Di Quran juga disebut kisah heroic tentang Ibu. Bagaimana Ibunda Nabiyullah Isa berjuang dalam melahirkan anaknya. Dan tegar menahan cacian kaumnya. Karna dianggap sebagai seorang pezina. Coba Ibu sekarang, beberapa dari mereka bahkan jadi malu dan akhirnya membunuh buah cintanya sendiri. Lantaran malu dibilang pezina.
Disebutkan juga tentang Shofa dan marwah yang merupakan bagian dari syiar Islam. Sebagaimana yang kita juga udah pada tahu. Bahwa kedua tempat itu jadi saksi cinta Siti Hajar sama anaknya Nabiyullah Ismail. Yang dikenal peristiwa itu menjadi Sa’I. Sa’I bukan yang ada di Naruto ya, tapi salah satu yang jadi rukun haji.
Dan ajibnya lagi. Ritual ini terus dilaksanakan tiap tahun oleh jutaan manusia. Dan itu sama saja dengan merefleksi kembali perjuangan seorang ibu. Dan dari keturunan yang baik inilah lahir Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam. Manusia paling mulia yang pernah ada di bumi.
Balik ke judul bahwa ibu adalah sekolah. Ibu haruslah menjadi yang paling dekat dengan anak. Makanya ada istilah bahasa Ibu. Karna apa?? Karna wajar, yang sering dirumah dan jaga anak-anak adalah Ibu. Jadi pakainya ya bahasa Ibu. Coba yang sering dirumah Bapak. Mungkin akan jadi Bahasa Bapak.
Ibu jadi begitu dekat dengan keseharian. Ada istilah Ibu Kota tuk menyebut kota yang paling penting di suatu Negara. Terus juga Ibu Jari yang merupakan jari yang paling besar. Udah mafhum juga jika jempol kita acungkan menunjukkan sesuatu yang bagus. Sebaliknya kalo diputar kebawah malah jadi hal yang kurang bagus.
Maka dari itu wahai calon ibu-ibu, jadilah “sekolah” yang baik. Yang tidak menuntut banyak uang-lah, fasilitas-lah, dsb. Yang hanya memberi tak harap kembali kayak dilagu.
Dan calon ayah. Pilihlah “sekolah” yang baik untuk anak-anak nanti. Pilih dengan kualitas terbaik. Jangan hanya terpukau tampilan luar. Sederet piala (prestasi) yang banyak. Tapi pilihlah lebih dari itu.
Karna seni menjadi Ibu Rumah Tangga itu unik. Tak didapatkan dari sederet titel yang berjejer. Tidak pula didapat dari ratusan buku yang dibaca. Ataupun cuman keluar dari manisnya ungkapan-ungkapan. Ia bisa saja muncul bahkan dari dalam perempuan desa sekalipun yang mungkin –maaf- gak pernah duduk di bangku kuliahan.
Terakhir. Karna Ibu adalah sekolah. Maka kita tak hanya butuh “satu” sekolah sebagaimana hanya SD saja. Maka dari itu dibutuhkan “sekolah-sekolah yang lainnya” untuk menunjang pendidikan yang lebih bagus, maju, dan berkualitas. (hhe maaf kalo ada yang teringgung, intermezzo saja).
Wa Allahu a’lam
Sumber : tangerangonline.id