Covid-19 berawal dari Provinsi Hubei, China dengan ditemukannya seorang yang terinfeksi pada November 2019 sebelum akhirnya merebak di daerah Wuhan. Efek luas dari Covid-19 ini akhirnya membuat badan dunia WHO menyatakan secara tegas bahwa Covid-19 menjadi pandemi yang melanda berbagai belahan dunia.
Sementara itu jumlah pasien yang terinfeksi positif di Indonesia saat ini mencapai angka 3.000 lebih. Pertambahan korban yang meningkat dari hari ke hari memaksa pemerintah kita mengambil tindakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) khususnya bagi daerah Jakarta sebagai daerah episentrum Covid-19 ini.
Efek Covid-19 ini mempengaruhi berbagai sektor kehidupan, tidak hanya dirasakan oleh masyarakat kelas bawah tapi juga menyentuh level atas (pengusaha). Sektor pasar modal juga tidak luput terkena imbas dari virus yang sampai sekarang belum ditemukan obatnya ini. Bursa di berbagai belahan dunia mengalami penurunan yang cukup besar.
Indeks acuan dunia seperti Dow Jones (Amerika Serikat), Hang Seng (China), Nikkei (Jepang ) tak luput terhantam imbas Covid-19 ini. Indeks kitapun mengalami penurunan yang tidak kalah hebatnya. Dalam satu hari indeks kita sempat terkoreksi cukup dalam lebih dari 200 poin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bursa kita pada akhir tahun 2019 ditutup di level 6299,54. Penurunan yang sangat dalam mengakibatkan IHSG sempat terkapar hingga mencapai level di bawah 4000.
Untuk mengantisipasi penurunan indeks yang sedemikian derasnya, maka berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 tanggal 10 Maret 2020 jika IHSG mengalami penurunan lebih dari 5% maka BEI akan menghentikan perdagangan (trading halt) selama 30 menit sebelum akhirnya perdagangan dilanjutkan kembali.
Peraturan ini berlaku sampai batas waktu yang akan ditetapkan kemudian. Sedangkan peraturan lain yang dikeluarkan oleh BEI adalah menentukan batas bawah penurunan saham dalam satu hari bursa sebesar 7% untuk setiap emiten. Tindakan BEI tersebut adalah untuk menahan aksi jual saham oleh para pelaku pasar modal.
Setelah diberlakukannya trading halt tersebut, beberapa kali bursa kita sempat diberhentikan perdagangannya karena menyentuh penurunan lebih dari 5%. Ini menunjukan bahwa aksi jual saham sangatlah deras. Aksi jual ini banyak dilakukan oleh investor asing sehingga mengakibatkan capital outflow yang sangat besar di pasar modal kita.
Sementara itu nilai tukar dollar terhadap rupiah mengalami penurunan dimana rupiah kira sempat hampir menyentuh Rp. 17.000,- per dollarnya. Hal ini disebabkan adanya switching yang dilakukan oleh investor yang keluar dari pasar modal tersebut.
Para spekulan yang mengharapkan keuntungan dari pergerakan harga kurs tersebut berbondong-bondong membelanjakan fresh money yang dimilikinya dengan memburu dollar. Alhasil rupiah kita terpuruk cukup dalam.
Perkembangan selanjutnya dengan meningkatnya pasien yang terinfeksi oleh Covid-19 ini membuat perkembangan pasar modal kita tidak sesuai dengan apa yang terjadi di bursa-bursa regional. Dikala bursa lain (Dow Jones, Hang Seng dan Nikkei) mengalami kenaikan tidaklah membuat pasar modal kita ditutup pada zona hijau.
Pasar modal kita tetap menunjukan penurunan walau penurunan tidaklah seperti di awal-awal mulai merebaknya Covid-19 ini. Hal ini menunjukan bahwa investor asing tetap merasa perlu untuk mewaspadai kemungkinan terburuk yang akan terjadi sampai berakhirnya wabah Covid-19 .
Investor asing mempunyai perspektif yang lebih jauh atas dampak yang ditimbulkan dari wabah covid-19. Mereka menilai bahwa dampak domino dari Covid-19 ini akan berakibat buruk pada perusahaan- perusahaan (emiten) yang sudah melantai di Bursa. Akibat dari Covid-19 ini dengan diberlakukannya WFH (Work From Home) diikuti dengan kebijakan PSBB membuat para emiten saham mengalami penurunan pendapatan.
Efek dari penurunan pendapatan ini sudah terlihat dengan banyaknya perusahaan yang sudah mulai merumahkan karyawannya secara sepihak dengan berbagai alasan. Contoh yang viral saat ini bisa kita temui adalah salah satu perusahaan ritel yang mempunyai cabang di Depok merumahkan karyawannya yang mengakibatkan mereka kehilangan pekerjaan dan pendapatannya.
Penurunan saham yang sedemikian dalam memaksa emiten untuk melakukan aksi Buy Back untuk memperbaiki harga saham yang sudah mencapai level rendah. Semoga duka ini cepat berakhir. Tidak ada satupun maksud Yang Maha Kuasa selain membuat umatnya menjadi tersadar, pasrah dan merubah kebiasaan menjadi lebih baik.
Sumber: reportase.tv
Oleh : Reza Octovian, S.E., M.M. (Dosen Pasar Modal Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang Tangerang Selatan)