Kendaraan bermotor sudah tidak lagi menjadi kebutuhan sekunder masyarakat, melainkan kebutuhan pokok, hal tersebut dikarenakan rata rata kegiatan aktifitas luar rumah didominasi dengan kendaraan bermotor, dengan kendaraan bermotor masyarakat dimudahkan dalam aktiftiasnya. Semisal ke kantor, belanja kebutuhan pokok, dsb. Namun ditengah pertumbuhan pengguna kendaraan bermotor ini yang jadi perhatian adalah pajak kendaraan bermotor dimana setiap kendaraan bermotor wajib mengesahkan pajaknya. lalu dimanakah para pemilik membayar pajaknya. Pengesahan kendaraan bermotor tiap tahunnya bisa melalui Sistem Manunggal Satu Atap atau umum dikenal dengan sebutan SAMSAT. dengan menyerahkan Surat Tanda Kendaraan Bermotor atau STNK beserta syarat pendukungnya, dengan demikian para pemilik kendaraan dinyatakan sah telah membayar pajaknya. namun masih saja sebagian dari masyarakat yang enggan mengurus pajak kendaraannya. Sehingga banyak kasus kendaraan yang ada di indonesia ini nunggak pajak, entah apa yang menjadi dasar masyarakat enggan membayar pajak kendaraannya ini.
Tak sampai disitu, masalah muncul ketika adanya kegiatan operasi kendaraan bermotor yang dilakukan oleh pihak kepolisian, beragam tanggapan masyarakat muncul terkait pajak kendaraan bermotor ini, sebagaian dari mereka menganggap pajak bukanlah wewenang kepolisian melainkan wewenang dispenda. Guna memberikan pemahaman terkait hal tersebut baiknya kita ketahui sekilas mengenai apakah polisi berhak menilang kendaraan yang pajaknya mati. Silang pendapat antara pihak kepolisian dan para penunggak pajak lumrah terjadi. Banyak para pengendara motor yang terjaring Razia oleh karena pajak kendaraanya mati mengajukan protes dengan alasan polisi tidak berhak menilang lantaran urusan pajak adalah bukan kewenangan kepolisian. Sebagai informasi urusan Pajak kendaraan bermotor merupakan Pajak Daerah bukan Pajak Pusat yang dikelola oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian keuangan.
Lebih lanjut Dalam Undang- Undang No.22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dalam pasal 70 ayat 1 disebutkan dengan jelas Surat Tanda Nomor Kendaraan-Bermotor (STNK-B) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) berlaku selama lima tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun. Jadi sebenarnya penekanannya jelas disini setiap kendaraan bermotor wajib pengesahan setahun sekali dan berlaku selama lima tahun. Maka jika kita perhatikan terdapat empat kolom pengesahan yang harus di sahkan tiap tahunnya lalu untuk tahun berikutnya berlaku STNK baru.
Lalu dalam pasal pasal 106 ayat (5) UU 22/2009 menyebutkan bahwa pada saat diadakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan setiap orang yang menge- mudikan kendaraan bermotor wajib menunjukkan: a) Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor (STCK), (b) Surat Izin Mengemudi (SIM), (c) Bukti lulus uji berkala; dan / atau d) Tanda bukti lain yang Kemudian pasal 288 ayat (1) UU 22/2009 menyebutkan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak dilengkapi dengan STNK atau STCK yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimak- sud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Dengan demikian, berdasarkan ketentuan tersebut diatas maka yang menjadi pokok utama polisi menilang pajak adalah setiap pengendara yang mengendarai kendaraan bermotor wajib dilengkapi dengan STNK yang telah disahkan. Tentu saja jika kita simak secara seksama maka konteksnya adalah adanya keabsahan dari sebuah STNK tersebut, jadi sebenarnya yang ditilang oleh polisi bukan masalah pajak yang mati. Sekalipun telah dikuatkan oleh peraturan tersebut, perlu juga diingat bahwa pihak kepolisian sebenarnya tidak berhak menilang STNK yang mati, karena itu wewenang dispenda, namun sekali lagi jika melihat ketentuan diatas maka dibenarkan jika yang menjadi masalah adalah keabsahannya. Jadi tidak perlu diperdebatkan jika ada yang ditilang lantaran pajak mati, kalaupun ada pengendara yang ditilang, dan merasa keberatan, hal utama adalah para pengendara berhak menanyakan dasar hukumnya. Dan pihak kepolisian dalam hal ini perlu memberikan penjelasan yang jelas kepada para pelanggar pajak. Jika masih belum puas para pengendara bisa ajukan protes keberatan dengan mengikuti aturan yang berlaku.
Lalu mengapa hal tersebut seolah menggiring opini bahwa polisi menilang lantaran pajak yang mati, sebabnya mungkin jika kita perhatikan lembaran STNK terdapat surat pajak kendaraan bermotor yang mejadi satu sehingga terkesan penilangan tersebut lantaran pengendara tidak membayar pajak., padahal jika kita sikapi secara bijak yang ditilang adalah keabsahan- nya. Jadi kedepannya jika terjadi hal seperti ini maka diperlukan kesadaran dan pemahaman tersendiri bagi para pengguna kendaraan bermotor agar membayar pajak kendaraan bermotornya sehingga dengan begitu itu tanpa disadari kita terdorong untuk menjadi orang yang sadar pajak, tentunya tak perlu khawatir akan razia kendaraan bermotor, dan dengan demikian kita pun dapat terhindar dari penilangan polisi akibat pajak yang mati.
Referensi: UU No.22 Tahun 2009 ps 106 ayat 5 dan ps 288 ayat 1.
Sumber: Koran Tangsel Pos, Kamis 9 April 2020
Oleh: Yusika Riendy SH MH (Dosen Hukum Universitas Pamulang)