Seiring dengan wabah virus CORONA (COVID 19) yang masih terjadi di Indonesia hingga saat ini, instansi baik pemerintah maupun swasta harus memutar otak agar ritme pekerjaan di lapangan tetap berjalan. Saat ini, banyak instansi pemerintah dan swasta yang menerapkan konsep bekerja dari rumah (Work From Home). Hal ini bertujuan untuk menekan potensi penyebaran virus corona (Covid-19). Dalam kondisi seperti ini, prioritas perusahaan tentunya adalah kesehatan serta keselamatan karyawan dan pelaksanaan kebijakan ini harus dilakukan secara efektif dan juga memperhatikan hak-hak dari karyawan.
Terkait dengan kebijakan ini, apa yang menjadi dasar hukum dari ini, bagaimana upah selama penerapannya serta bagaimana pelaksanaannya? Ditinjau dari sisi dasar hukum apabila mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memang tidak mengatur secara spesifik mekanisme teknis dilapangannya seperti apa. Sehingga baik dari pemerintah maupun swasta mempunyai cara yang berbeda-beda pada tataran pelaksanaanya.
Bermula dari arahan Presiden Joko Widodo dalam pidato beliau di Istana Bogor pada Minggu 15 Maret 2020 menghimbau: “Dengan kondisi ini, saatnya kita kerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah dari rumah”. Menindaklanjuti arahan dari Presiden Joko Widodo dalam pidato beliau, beberapa kepala daerah menindaklanjuti dengan membuat aturan-aturan. Khusus Daerah Jakarta, Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan Instruksi Gubernur Nomor 16 Tahun 2020 tentang Peningkatan Kewaspadaan Terhadap Resiko Penularan Infeksi Corona Virus Disease (COVID-19). Menindaklanjuti Instruksi Gubernur tersebut Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Propinsi DKI Jakarta pada tanggal 15 Maret 2020 mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor: 14/SE/ 2020 tentang “Himbauan Bekerja Di Rumah (Work From Home)”. Yang berisikan sebagai berikut: “Diharapkan kepada para pemimpin perusahaan untuk dapat mengambil langkah-langkah pencegahan terkait resiko penularan infeksi Corona Virus Disease (COVID-19) dapat melakukan pekerjaan di rumah.
Langkah-langkah pencegahan di kelompokan dalam 3 kategori : 1. Menghentikan seluruh kegiatan; 2. Mengurangi sebagian kegiatan; 3. Tidak dapat menghentikan kegiatan usahanya karena berhubungan langsung dengan Pelayanan Kesehatan, Kebutuhan Bahan Pokok dan BBM. Dalam mengambil langkah-langkah kebijakan tersebut agar melibatkan para Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Perusahaan. Melaporkan langkah kebijakan yang diambil perusahaan kepada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Propinsi DKI Jakarta.
Selanjutnya bagaimana dengan pelaksanaannya apakah akan memotong upah Karyawan? Bahwa merupakan kebijakan dari perusahaan untuk mempekerjakan karyawan dari rumah atas dasar kondisi saat ini yang tidak memungkinkan pekerja untuk bekerja di kantor seperti biasa. Artinya hubungan kerjanya tidak terputus dan tetap sebagai karyawan. Pada ketentuan Pasal 151 ayat (3) junto Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, selama pekerja belum putus hubungan kerja atau selama belum ada penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial baik pengusaha maupun pekerja wajib melaksanakan kewajibannya masing-masing sesuai perjanjian yang disepakati, yakni: Pekerja melakukan pekerjaan yang diperintah oleh pengusaha dan pengusaha wajib membayar upah yang diperjanjikan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ini agar menjadi efektif dan efisien. Pertama yang perlu diperhatikan adalah terkait jam kerja. Mengingat bahwa Work From Home ini artinya adalah tetap bekerja (bukan libur Corona) hanya lokasinya saja yang berbeda, maka ketentuan jam kerjanya seharusnya tidak ada perubahan. Dari segi absensi pada kondisi pekerjaan normal, maka absensi karyawan dilakukan di area Perusahaan. Ada yang manual menggunakan mesin amano, mesin finger print dan ada juga yang kekinian menggunakan aplikasi yang bisa diunduh di smartphone.
Untuk Work From Home ini, absensi tentu dilakukan di rumah karyawan masing-masing, karena memang bekerja dari rumah. Beberapa contoh metode absensi diantaranya : dengan share location ke atasan via WA di jam-jam yang ditentukan, misalkan di jam masuk, jam istirahat dan jam pulang. Adapula yang mengirimkan foto dengan tulisan tertentu yang diminta atasan dan mengirimkan foto dalam periode tertentu ke atasan. Ada juga absensi yang menggunakan aplikasi di HRIS yang memungkinkan untuk hal tersebut. Atau bahkan dan video call di jam jam tertentu untuk menunjukan diri sedang di rumah. Status karyawan dianggap sebagai dinas luar traveling atau Work From Home untuk memudahkan data absensi di payroll.
Selanjutnya bicara fasilitas, tentu fasilitas kerja yang lengkap ada di Perusahaan, sehingga ketika diterapkan aturan ini, perusahaan perlu memfasilitasi karyawan untuk dapat bekerja di rumah. Beberapa contoh metode pengadaan fasilitas diantaranya : menyewakan peralatan kerja karyawan seperti laptop, dan juga memberikan tunjangan kuota internet. Membolehkan karyawan membawa perlengkapan kerjanya milik perusahaan, misal laptop hingga printer/scanner. Pada saat bicara monitoring pekerjaan perlu ketat dilakukan oleh atasan terhadap bawahan yang melaksanakan Work From Home ini. Pastikan ada to do list hari itu dan reportingnya. Beberapa metode monitoring pekerjaan yang bisa dilakukan seperti: membuat to do list harian dan targetnya, dilaporkan hasilnya di jam yang sudah di sepakati. Membuat ketentuan respone time. Seperti jika di WA atau telepon harus merespon paling lambat 15 menit. Membuat file sharing yang bisa diakses bersama, seperti di Google Drive atau Dropbox.
Adapun bagian-bagian yang tidak ikut skema Work from Home antara lain bagian penerimaan dokumen, satpam, kebersihan, teknisi dan bagian operasional dengan tetap memperhatikan jaga jarak (social distancing) agar tidak terpapar virus Corona (Covid-19).
Sumber : Koran Tangsel Pos tanggal 6 April 2020. Oleh: Suparno (Dosen Universitas Pamulang Tangerang Selatan)