OPINI, (17/02/2020)- Satubanten.com- Beberapa waktu lalu beredar pemberitaan di masyarakat bahwasannya para WNI eks ISIS berkeinginan kembali atau pulang ke tanah air. Hal itu segera di respon oleh pemerintah dengan melakukan rapat kabinet di Istana Bogor untuk menyikapi hal tersebut. Menurut Mahfud MD (Menko Polhukam) pemulangan WNI eks ISIS ke tanah air menjadi ancaman bagi masyarakat yang ditakutkan akan menularkan virus terorisme kepada masyarakat, sehingga Pemerintah mengambil sikap untuk tidak akan memulangkan para WNI eks ISIS yang berjumlah sekitar 660 orang ke tanah air.
Padahal para WNI eks ISIS tersebut masih berstatus berkewarganegaraan Indonesia sehingga pada dirinya masih melekat dan dilindungi oleh UU No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI. Tidak hilangnya status kewarganegaraan Indonesia itu di sebabkan karena sampai saat ini tidak ada satu negara pun di dunia yang bersedia menjalin hubungan diplomatik resmi dengan ISIS dan mengakuinya sebagai sebuah negara, sehingga dapat disimpulkan bahwa ISIS bukan merupakan entitas “Negara”. Hal itu sesuai dengan Konvensi Montevideo tahun 1933, tentang syarat berdirinya sebuah negara, yaitu:
Pertama, memiliki penghuni, Kedua, mempunyai wilayah tetap, Ketiga, memiliki pemerintahan yang berdaulat, Keempat, Menjalin hubungan dengan negara lain, dan Kelima pengakuan dari negara lain. Oleh karena itu maka terkait hilangnya status kewarganegaraan yang diatur UU No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI tidak dapat diberlakukan kepada para WNI eks ISIS.
Beredar juga pemberitaan terkait pembakaran paspor Indonesia oleh para WNI eks ISIS, hal ini pun juga tidak menyebabkan hilangnya status kewarganegaraan Indonesia. Hal itu justru berkaitan dengan Pasal 129 UU No. 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, yang menyebutkan sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda 500 juta rupiah bagi siapa pun yang merusak, mengubah, menambah, mengurangi, atau menghilangkan, baik sebagian maupun seluruhnya, keterangan atau cap yang terdapat dalam Dokumen Perjalanan Republik Indonesia atau Dokumen Keimigrasian.
Pemerintah juga tidak dapat melakukan pencekalan atau pelarangan terhadap WNI eks ISIS yang ingin kembali ke Indonesia, karena dalam Pasal 14 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian disebutkan bahwa setiap WNI tidak dapat ditolak masuk wilayah Indonesia. Selain itu Pasal 27 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menyatakan bahwa warga negara Indonesia berhak meninggalkan dan masuk kembali ke wilayah negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga tidak ada dasar hukum untuk melarang para WNI eks ISIS kembali ke Indonesia.
Lalu hukuman apa yang pantas diberikan kepada para WNI eks ISIS?
UU No.5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, telah mengatur terkait tindakan terorisme, sehingga para WNI eks ISIS dapat dijerat dengan aturan hukum tersebut ketika kembali ke tanah air. Mereka juga dapat diadili oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda terkait pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional maupun pelanggaran terhadap hukum pidana internasional, seperti kejahatan terhadap kemanusiaan.
Selain hukuman Pemerintah juga dapat melakukan program deradikalisasi kepada para WNI eks ISIS tersebut dengan menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam 4 pilar berbangsa dan bernegara, agar virus terorisme dan radikalisme yang melekat pada dirinya hilang.
Oleh sebab itu berdasarkan penjelasan diatas, maka keputusan pemerintah RI untuk menolak kepulangan WNI eks ISIS agar dikaji dan dipertimbangkan kembali baik dari sisi hukum ataupun kemanusiaan. Bagaimana pun atau apapun yang mereka lakukan ketika bergabung dengan ISIS, mereka tetap warga negara Indonesia yang melekat padanya asas perlindungan, asas non diskriminatif, serta asas pengakuan dan penghormatan terhadap HAM, sesuai UU No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI. (Sbs/011)
Sumber: satubanten.com
Oleh: Bima Guntara (Dosen Ilmu Hukum Universitas Pamulang)