Dilema Stimulus Ekonomi Versus Utang Negara

TELAH sebulan berlalu kita mengalami musibah wabah corona virus desease 2019 (covid-19) dimana hal ini mempengaruhi semua aspek kehidupan seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi, agama, dan sosial dan politik. Pemerintah menetapkan pandemic covid-19 sebagai pandemi global.

UNTUK itu pemerintah pusat dan daerah harus segera bertindak untuk menanggulangi pandemi global ini secara serentak. Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 6 huruf e, Pemerintah bertanggungjawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang memadai.

Untuk itu Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, dimana Pemerintah masih kekurangan anggaran sekitar Rp 852 milyar atau sekitar 48,44% dari total anggaran pendapatan negara untuk pembiayaan anggaran yang diantaranya khusus penanggulangan pandemi covid-19 sebesar Rp 255 triliun dari total Rp 405,1 triliun.

Alokasi dana penangulangan covid-19 diprioritaskan pada bidang kesehatan untuk perlindungan tenaga Kesehatan terutama pembelian alat pelindung diri (APD) dan alat-alat Kesehatan lainnya. Urutan selanjutnya pemerintah akan membelanjakan untuk jaringan pengaman sosial dan pemulihan perekonomian.

Sementara anggaran penerimaan negara terbesar dari sektor pajak sekitar 83% namun Pemerintah RI melakukan stimulus ekonomi yang di antaranya mengalokasikan sebesar Rp 8,6 triliun untuk pembebasan pajak penghasilan selama 6 bulan berlaku 1 April sampai bulan September 2020.

Pemberian fasilitas pajak terhadap barang dan jasa yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemic corona virus desease 2019 sesuai dengan PMK nomor 28/PMK.03/2020 yang ditetapkan di Jakarta tanggal 6 April lalu.

Stimulus pemerintah lainnya dialokasikan untuk bansos dan sembako murah sebesar Rp 4,5 triliun, Kartu Prakerja sebesar Rp 10 triliun, selisih bunga KPR diatas 5% selama 10 tahun untuk MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), kredit usaha mikro dan kecil kurang dari Rp 10 milyar serta penundaan pembayaran cicilan kendaraan bermotor bagi ojek, supir dan nelayan.

Alhasil pembiayaan hutang negara melonjak drastis dari Rp 351 milyar menjadi Rp 1 triliun atau mengalami kenaikan sekitar 186%. Kenaikan pembiayaan hutang negara ini harus diantisipasi dalam jangka waktu enam bulan ke depan, jangan sampai dana yang telah diserap untuk menanggulangi pandemi covid-19 dan stimulus ekonomi yang telah dilakukan pemerintah tidak membawa imbas positif bagi Kesehatan dan pertumbuhan ekonomi di masa datang. Kesulitan ekonomi masa pandemi covid-19 juga dirasakan oleh pihak swasta untuk kebutuhan modal kerja.

Jika modal kerja mengandalkan modal asing maka risiko yang lebih besar lagi di waktu mendatang karena rentan dengan fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap dollar yang kita tahu pada bulan Februari – Maret rupiah sempat terpuruk karena banyak investor asing menarik secara besar-besaran dananya ke luar negeri.

Dilihat dari pasang surut APBN kita jelaslah bahwa dampak covid-19 ini membawa dampak penambahan belanja negara sebesar sekitar Rp 852 milyar atau sekitar 48,44% dari anggaran pendapatan negara, artinya negara butuh penambahan dana yang tidak sedikit dalam waktu yang singkat.

Dalam hal pendapatan negara, di satu sisi pemerintah mengharapkan pendapatan negara terbesar dari sektor pajak namun di masa pandemi covid-19 pemerintah memberikan stimulus pajak yang tentu saja berdampak pada potensi pengurangan jumlah setoran pajak ke kas negara.

Terlepas dari hal itu, stimulus ekonomi lainnya diharapkan akan menyelematkan perekonomian secara global dari tingkat pelaku ekonomi yang paling bawah sampai pada pelaku ekonomi global baik swasta maupun pemerintah.

Harapan kita semua setelah masa pandemi ini perekonomian akan mengeliat kembali, permintaan barang dari luar negeri kembali meningkat, penyerapan tenaga kerja lokal kembali digalakkan, pertumbuhan usaha mikro dan kecil kembali diminati masyarakat sehingga perekonomian Indonesia kembali stabil dan menunjukkan percepatan pembangunan di segala sektor.

Mari kita bersama-sama mewujudkan harapan itu dengan berkiprah pada jalur masing-masing dan berdoa agar pandemi covid-19 ini segera berlalu dan negeri kita selamat, sejahtera dan barokah, aamiin. (*)

Sumber: liputanmadura.com
Oleh: Dewi Nari Ratih Permada, S.E.,M.M.,QIA. (Dosen Manajemen, Unversitas Pamulang) 

Share your love