Transportasi Massal Provinsi Banten (1)

Provinsi Banten mengalami peningkatan pesat sejak 10 tahun terakhir. Mulai dari sektor properti hingga ke sektor pendidikan. Banyak orang yang bekerja di DKI Jakarta memilih untuk membeli aset properti di Provinsi Banten seperti Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang. Namun agaknya tidak dibarengi dengan pengembangan transportasi massal di Provinsi Banten itu sendiri.

Transportasi massal berbasis bus agaknya kurang tepat untuk menghubungkan antarprovinsi. Kekurangtepatan itu karena masih banyaknya volume kendaraan roda empat dan roda dua di jalan raya terutama jalan tol. Selain itu juga, masih sedikitnya minat masyarakat untuk beralih ke bus kota. Contohnya Trans Circle Anggrek yang ditawarkan oleh Pemkot Tangsel yang selalu sepi penumpang. Malah sering terlihat tanpa penumpang. 

Transportasi massal berbasis rel sepertinya masih sangat diminati. Selain lebih cepat karena bebas macet juga karena tarif yang ditawarkan jauh lebih murah ketimbang tarif bus kota ataupun
tarif tol. Hal itu dibuktikan dengan okupansi penumpang KRL Tanah Abang-Serpong-Rangkasbitung yang selalu penuh terutama pada jam sibuk.

Tingginya minat masyarakat terhadap kereta api untuk menghubungkan tempat tinggal dengan tempat kerjanya membuat masyarakat harus rela berdesak-desakkan. Kondisi itu tentunya membuat tidak nyaman karena menghabiskan energi sepanjang perjalanan dan juga harus berangkat pagi supaya bisa duduk dan tidur sepanjang perjalanan. Kasus ini agaknya perlu menjadi bahan pertimbangan Pemprov Banten dan Pemda di bawahnya seperti pemkab dan pemkot yang daerahnya dilewati kereta api.

Jika kita berkaca pada daerah penyangga ibu kota lainnya seperti Bekasi contohnya. Setiap hari ada ribuan orang dari Bekasi dan Cikarang menuju Jakarta. Mereka harus bermacet-macetan di jalan raya, dan berdesak-desakkan di KRL. Namun, sejak setahun lalu, KAI membuka tarif khusus untuk kereta api jarak jauh dari Bekasi menuju Jakarta. Tarif khusus itu dimaksudkan agar penumpang KRL dari bekasi bisa menaiki kereta eksekutif, bisnis, ataupun ekonomi dengan harga yang sangat terjangkau. Hasilnya, banyak warga Bekasi yang memilih menggunakan kereta jarak jauh sebagai alternatif untuk ke Jakarta. Selain lebih cepat karena hanya berhenti di stasiun besar saja juga sudah pasti bisa duduk.

Belajar dari solusi tersebut, pemprov Banten perlu menjalin kerja sama dengan KAI untuk malakukan itu. Dulu, pernah ada KA Krakatau yang menawarkan tarif khusus Merak-Tanah Abang PP dengan harga Rp 30.000 namun sepi peminat. Itu sebabnya Krakatau yang awalnya melayani Merak-Madiun diubah menjadi Pasar Senen-Blitar. Jika kita amati, sepinya penumpang KA Krakatau dari Merak-Tanah Abang karena jam perjalanannya yang tidak tepat. Dari Merak pukul 9-an sampai Tanah Abang Pukul 12-an. Semantara untuk rute sebaliknya adanya tengah malam. Siapa yang menaiki kereta tersebut? Mungkin, jika KAI mau menghidupkan kembali KA Merak Jaya untuk membantu KRL, tentunya masyarakat akan menyambut baik. Ditambah lagi sekarang banyak perumahan baru yang tawarkan dari Tangerang Selatan sampai Kota Serang. Tidak sedikit pekerja di Jakarta yang membeli properti di Lebak dan Serang. Akan sangat merepotkan jika warga dari Serang yang akan bekerja di Jakarta harus transit dulu di Rangkasbitung karena tidak ada kereta api yang langsung ke Jakarta selain KA Batubara dan KA pengangkut baja dari Cilegon.

Rencana pembangunan transportasi rel baru yang melayani relasi Balaraja-Cikarang, serta Lebakbulus-Serpong juga perlu diapresiasi meskipun itu masih lama. Namun, setidaknya dapat menarik minat masyarakat untuk beralih ke angkutan umum. Semoga rencana tersebut segera terealisasi. Namun, tentunya akan bersinggungan dengan nasib sopir angkutan umum yang melayani rute yang sama. Ini akan menjadi PR pemerintah. Meskipun bersinggungan
namun mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri. Angkot bisa berhenti di sembarang tempat, namun transportasi online bukan hanya di sembarang tempat tetapi malah bisa antarjemput di mana saja.

Nasib angkot di Tangerang Selatan dan Kota Tangerang mungkin tidak akan bertahan hingga 10 tahun ke depan. Hal itu karena banyaknya angkot yang ugalugalan dan ngetem seenaknya. Sehingga yang tadinya naik angkot, orang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi atau transportasi online yang lebih memanjakan. Contohnya, Unpam memiliki mahasiswa aktif 52.874. lebih dari 50% menggunakan kendaraan pribadi dan 30% lainnya menggunakan transportasi online. Artinya, kurang dari 20% yang memanfaatkan angkot.

43% mahasiswa Unpam berasal dari Provinsi Banten, 57% sisanya dari 31 Provinsi di Indonesia yang berdomisili di Depok, Jakarta,
Bogor, Bekasi, dan Karawang. Mengapa 57% tersebut tidak memilih menggunakan angkutan umum? Jawabannya karena harus banyak transit. Mahasiswa dari Cengkareng naik KRL harus 2 kali transit dan sekali naik ojek. Tentunya menyita waktu. Itu sebabnya mereka lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Jadi wajar jika setiap hari di depan Unpam selalu macet. Untuk menampung parkir kendaraan mahasiswa, Unpam membangun halaman parkir yang mampu menampung 31 ribu motor dan 4000 mobil. Namun karena kemacetan di sekitar kampus, mereka memilih parkir di luar gedung yang jadinya menambah kemacetan.(*)

Sumber: Koran Tangerang Raya tanggal 10 Oktober 2018
Oleh: Misbah Priagung Nursalim, M.Pd.

Share your love